Wednesday, April 6, 2016

Cinta Bersemi Karena Motor Rusak

Bola125.com-Sebut saja saya Andi.., sekarang saya sudah 25 tahun dan bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Saya sudah mempunyai seorang kekasih yang cantik dan baik. Sebut saja Rini, Dia adalah salah satu teman sekelasku waktu aku SMU, setelah lulus SMU, tiga tahun kami tidak bertemu hingga akhirnya aku mendapatkan momor HP-nya dari salah satu temannya yang kebetulan aku bertemu dengannya di Mall.’Pertama kali bertemu, dia langsung menunjukkan sikap yang bersahabat dan cepat akrab (padahal waktu SMU menegur pun tidak), aku termasuk tipikal yang pendiam, begitu juga dia. Wajar saja kalau SMU dulu kami cuma bertegur sapa dengan sekedar mengangkat alis. Namun saat berjumpa dengannya kembali setelah aku sempat berbicara dengannya melalui HP, membuyarkan bayanganku akan dirinya ketika masih SMU. Dia semakin cantik dan banyak bicara alias bawel.
Singkat cerita aku beranikan diri untuk mengungkapkan rasa cintaku dan ternyata diterima.., dan aku dapat mencumbunya ketika hubungan kami sudah berjalan 4 minggu! Hubunganku dengan keluarganya pun baik baik aja, ayah dan ibunya begitu menyenangkan namun tidak mau dibilang gaul. Pacarku punya 1 orang kakak perempuan yang sudah berusia 27 tahun bernama Rita (nama samaran) dan Riri (nama samaran) adik perempuannya berumur 18 tahun. Kakaknya bekerja sebagai pramuniaga di salah satu supermarket di Jakarta, belum menikah tapi sudah punya pacar serta adiknya masih kelas tiga SMU.
Aku sangat mencintai pacarku dan mengaguminya namun harus aku akui bahwa kakak dan adik dari pacarku ini mempunyai nilai lebih dari segi fisik dibandingkan pacarku. Dalam kamus berpacaranku tidak ada malam minggu karena kapanpun aku kangen aku bisa ke rumahnya. Hingga suatu saat dimalam sabtu ketika aku selesai ngapel dirumahnya, aku tidak bisa pulang sebab sepeda motor milikku satu-satunya tali gasnya putus saat mau dipinjam oleh ayah pacarku.
Karena sudah jam 11 malam, tidak mungkin ada bengkel motor yang masih buka sedangkan aku cuma bisa mengendarai saja tidak bisa servis, akhirnya aku menginap dan tidur di ruang tamu. Sebelum tidur aku sempat dimanja oleh kekasihku Rini, kami sempat bercumbu cukup lama, karena merasa semua sudah tertidur lelap (waktu itu jam 24.00), aku mencium seluruh wajahnya hingga kulumat habis bibirnya.Aku adalah orang pertama yang dapat mencium dan menyentuhnya, hingga aku dapat merasakan bahwa dia tidak dapat mengontrol dirinya ketika aku cium maupun aku sentuh. Rini langsung menjambak rambutku dan mendesah agak keras ketika tanganku meremas payudaranya. Aku semakin berani membuka semua bajunya dan juga melepas bra-nya hingga aku dapat menghisap kedua puting susunya. Hingga ketika aku turunkan celana tidurnya dan dia diam saja aku semakin berani dan menjadi-jadi.Namun rupanya dia akhirnya mencegah perbuatanku lebih jauh ketika CD nya sudah kulepas dan aku sedang menyentuh vaginanya dia langsung tersentak dan berkata bahwa ini belum saatnya. Akupun mengerti dan merapikan kembali pakaianku begitu juga dia. Namun ketika aku terjaga dari tidur aku agak kaget karena ada seseorang yang sedang tidur persis dibawah sofa tempat aku tidur. Karena lampu dimatikan aku tidak jelas mengenali siapa yang tidur tersebut. Karena masih sangat ngantuk aku tidak peduli siapakah yang tidur tersebut.Hingga ketika aku tertidur dan kembali terjaga, tanganku tidak sengaja jatuh ke bawah dan menyentuh gundukan payudara yang pastinya bukan punya Rini pacarku. Aku pun akhirnya tahu bahwa yang tidur itu adalah Riri adik Rini. Fantasiku melayang untuk mencoba merasakan paling tidak dapat menyentuh tubuh seksi ABG. Riri memiliki tinggi badan 175 cm, dengan lekuk tubuh dan ukuran payudara yang menurutku sangat sempurna.
Namun niat itu sempat aku urungkan mengingat dia adalah adik dari pacarku yang sangat aku cintai. cerpensex.com Namun ternyata setan yang membisikiku lebih kuat dari imanku. Aku tidak mengerti mengapa dia sampai bisa tidur di ruang tamu dan di bawah sofaku pula. Aku berfikir mungkin biasanya dia memang tidur di sini kalau sedang tidak ingin tidur di kamarnya. Karena Rini pernah cerita kalau dia sedang tidak ingin tidur di kamarnya dia bisa tidur di mana saja, dan paling sering tidur di kamar kakaknya atau adiknya, begitu juga kakak dan adiknya sering tidur di mana saja.Kembali ke urusan “arus bawah” yang tidak bisa kompromi lagi karena ternyata si Riri tidak menggunakan bra. Riri menggunakan daster dengan tali di kedua bahunya. Aku turunkan tanganku pelan-pelan supaya tidak membangunkan dia. Dari atas baju dasternya aku remas payudaranya, aku pelintir puting susunya, lalu aku pura-pura tidur karena dia bergerak.
Ternyata dia hanya pindah posisi tidur kali ini kakinya agak naik ke atas hingga bawahan dari dasternya turun sampai ke pangkal paha. Perhatianku teralihkan kebawah, gundukan bukit kecil didepan mataku itu benar-benar membakar gairahku sementara tangan kiriku mencoba melepas salah satu tali dasternya sementara tangan kananku mengusap-usap bagian atas celana dalamnya yang sudah terlihat semua.
Tali daster sebelah kanan berhasil aku lepas, dan akhirnya akupun berhasil menggeser bagian tengah celana dalamnya hingga terpampang vagina yang agak gelap karena lampu masih mati. Tangan kiriku menyusup dari bagian atas dasternya hingga aku dapat mempermainkan puting susunya dengan bebas, setan mana yang sudah merasuki aku hingga jari tengahku aku masukkan ke dalam vagina Riri.
Riri terbangun, aku tersentak kaget. Dia juga tampak kaget, namun aku coba kuasai keadaan, aku berpura-pura bertanya kepadanya..
“Ri, kamu kok tidur di sini?, Bang Andi mau bangunin kamu suruh pindah ke kamar kamu eh malah kamu bangun duluan jadi kaget Bang Andi”, aku coba meyakinkannya.
Dengan dada berdegup kencang aku coba menanti apa yang akan diucapkan olehnya.
“Di kamar Riri gerah Bang, kipas anginnya rusak, dikamar kakak gak ada kipas anginnya abis Kak Rita ama Kak Rini kan alergi dingin, ya udah Riri tidur di sini, ganggu Bang andi ya?” Riri balik tanya padaku.
“Ah nggak, ya udah tidur aja lagi” jawabku.
Padahal dalam hatiku aku berkata, “Kamu pasti akan ‘mengganggu’ siapa saja lelaki yang melihat kamu tidur seperti itu”.
Aku menyuruh Riri tidur di atas sofa dan biar aku yang dibawah, dan dia pun menurut. Aku sedikit tenang dan berharap dia tidak menyadari apa yang baru aku lakukan terhadapnya dan aku berharap hari cepat pagi, agar pikiranku tidak terganggu oleh Riri.
Ketika itu jam menunjukkan pukul 02.30 pagi dan ketika aku baru akan tidur tiba-tiba aku terkejut oleh pertanyaan Riri yang sambil berbisik kepadaku, “Bang Andi tadi megang (maaf) memek Riri ya?”.
“Ah.. Ng.. Ng.. Gak kok” jawabku gugup.
“Yang benar Bang Andi, soalnya tadi pas bangun Riri ngerasa ada yang enak di (sekali lagi maaf) memek Riri juga sedikit sakit, pasti abis dipegang Bang Andi” Tanyanya lagi.
“Kamu kok ngawur Ri, udah tidur sana” aku coba kuasai diri.
“Bang Andi, Riri nggak bilang deh sama siapa-siapa tapi Riri pengen liat dan pegang (maaf) kontolnya Bang Andi, biar impas” Seloroh Riri.Aku kaget dan tidak tahu harus bagaimana namun yang pasti kontan saja “burungku” berdiri dengan tegaknya seperti mendengar ada yang memanggilnya. Riri terus bicara dan bercerita bahwa tiga teman akrabnya disekolah semuanya sudah pernah lihat dan pegang “burung” pacarnya, sedangkan Riri tidak punya pacar. Setelah Riri sedikit memaksa setelah aku sempat menolaknya, akhirnya aku keluarkan “saudara kembarku” di hadapan adik pacarku! Kami berbicara sambil bisik-bisik karena takut ada yang terbangun, Riri dengan kagum memperhatikan dan menggenggam “Si Otong”, Riri menyebutnya.
“Otongnya gede banget Bang”, bisik Riri.
Aku tersanjung dengan perkataannya, Riri kembali bertanya, “segede gini emangnya bisa masuk ke memek Riri”.
Aku tersenyum dengan perkataan itu dan aku menjawab diplomatis sambil menahan pusing karena si otong tersebut terus di usap-usap oleh Riri.“Coba aja diukur dari luar, maksud Bang Andi coba ditempelin di memek Riri kira-kira masuk gak?”, pintaku sambil berbisik, ternyata dia meresponnya lalu dia membuka CD-nya dan minta aku berjanji hanya menempelkannya.
Ketika aku tempelkan burungku ke vaginanya aku terus usap kepala burungku persis di klitorisnya hingga di mendesis nikmat. Aku beranikan diri untuk melepas tali dasternya dan menjilati puting susunya, pada saat itu aku tidak meminta izin lagi kepada Riri namun tampaknya dia menikmatinya hingga tanpa aku sadari burungku kutancapkan sekerasnya ke dalam Vagina Riri hingga Riri hampir berteriak namun aku coba menutup mulutnya.
Riri kesakitan, akupun sempat bingung dan takut, namun karena sudah terjadi aku harus selesaikan semuanya, sambil aku tutup mulutnya karena ia masih ingin berteriak, aku goyangkan pinggulku kedepan dan belakang berulang kali (posisiku setengah berdiri di atas sofa dan Riri tidur di atas sofa).
Setelah yakin Riri tidak merasakan sakit lagi aku lepas tanganku dari mulutnya dan aku goyangkan sekuatnya pinggangku hingga nafasku dan Riri tersengal-sengal dan.. Akhirnya tanpa dapat dikontrol spermaku tersembur di dalam vagina Riri. Ketika aku cabut “punyaku” terlihat bahwa “si otong” telah berlumuran darah, darah perawan Riri.
Sesaat aku setelah itu Riri berbisik,“Enak Bang Andi”.
Namun aku langsung suruh ia berpakaian karena takut ada yang melihat. Aku dan Riri bersepakat untuk merahasiakan ini, karena kami sama-sama mencintai seseorang yang juga telah kami lukai hatinya jika sampai ia tahu apa yang telah kami lakukan. Orang itu adalah Rini kekasihku.
Perlu pembaca ketahui sesungguhnya Kini aku benar-benar jatuh cinta pada Riri, namun aku tak ingin mengecewakan Rini. Dan aku pernah mengungkapkan ini kepada Riri, namun ia bilang bahwa dia tidak menginginkan cintaku, walaupun dia telah menyerahkan kehormatanya kepadaku, dia berkata bahwa kebahagiaan kakaknya lebih berarti baginya.
Namun semakin lama aku tak bisa membohongi diri bahwa aku tidak memiliki rasa cinta kepada Rini. Setiap ada kesempatan di rumahnya entah itu dengan alasan menunggu Rini dan lain hal, aku dan Riri selalu menyempatkan diri untuk bercumbu atau bahkan bercinta sekalian. Dan itu tetap menjadi rahasia kami sampai saat ini.
Posted by

Mertua Ku Gairah Ku

Bola125,com-Didesak hawa nafsu tinggi dan segera disenggamai, aku tidak peduli lagi jika dikatakan pelacur oleh mertuaku seksi bernama Pak Handoko yang sudah berusia sekitar 57 tahun.
Sengaja aku meremas dan meraba pantat bulatku di depan Bapak mertuaku yang sedang duduk. Usaha ini adalah untuk menggodanya. Berlagak seperti pelacur yang sedang melayani pria hidung belang, aku benar-benar ingin segera disenggamainya.
“Puaskan aku Pak. puaskan menantu binalmu ini, please,” rengek ku memancing nafsu bapak mertuaku.
Dirudung nafsu tinggi dan tidak tertahankan lagi, aku gelap mata dan rasa maluku hilang. Aku bahkan dengan berani menyentil klitoris vaginaku, dan memasukan jari ke lobang surgaku.Aku mendesah pelan dan menggelinjang enak, tanpa hiraukan mertuaku terus memandangku.
“Paaaak!!!.. Dina keluar!!..,” desah nikmatku saat cairanku keluar.
Tubuhku gemetar dilanda gelombang orgasme di hadapan pria yang notabene Bapak Mertuaku. Pak Handoko.
Aku sudah tak sanggup berdiri di hadapan Bapak mertuaku. Aku sandarkan tubuhku dengan sisa-sisa tenaga, sementara vaginaku masih berdenyut hebat. Aku bergegas ke kamar tidurku dan merebahkan tubuhku disana.
Aku tertidur cukup lama. Saat membuka mata secara perlahan, kutatap pintu kamar tidurku masih terbuka lebar. Aku terkejut.
“Ya tuhan. Apakah dia Pak Handoko?,” bathinku mempertanyakan sosok pria di belakang tubuh telanjangku.
Kuhirup nafas dalam-dalam dan mencoba mengendus aroma pria dikamar tidurku. Dari aroma khasnya, aku yakin jika dia Pak Handoko.
“Astaga…. dia benar-benar Bapak mertuaku…”Entah karena gengsi atau malu, yang jelas aku tak berani menunjukkan kepada Pak Handoko jika saat itu aku sudah benar-benar terjaga. Satu hal yang bisa aku lakukan saat itu adalah, hanyalah berpura-pura tidur.
Sebuah tangan kasar menyentuh pantatku. Sentuhan sangat ringan seolah-olah dia juga takut jika aku akan terbangun. Sentuhan berubah menjadi rabaan. Dari rabaan berubah menjadi remasan.
Pelan tapi pasti, Bapak mertuaku mulai mempermainkan tubuh telanjangku. Awalnya Pak Handoko hanya mengusap pantat, mengelus paha, meraba pinggang hingga pada akhirnya, tangan mesum Bapak mertuaku mulai meremas-remas daging bulat pantatku. Diperlakukan tidak senonoh seperti itu, gairahku bangkit kembali.Lendir vaginaku seolah tak pernah ada habisnya, ia akan selalu keluar setiap kali aku merasakan gelombang birahi sekecil apapun. Dengan terus berpura-pura tidur, secara inisiatif aku mencoba untuk membalas godaan Bapak mertuaku dan menggerakkan tubuhku seolah merasa agak terbangun.
Bukannya aku membuka mata dan menegur ketidak sopanan Bapak mertuaku yang saat itu sedang meraba-raba tubuhku, aku malah berpura-pura tidur lagi. Bedanya, aku mulai berani mendorong pinggulku ke belakang, sengaja menyajikan pantat bulatku ketangan Bapak mertua kesayanganku itu.Tahu alam bawah sadarku merespon tangan mesum Bapak mertuaku, tak beberapa lama, aku mendengar gemerisik pakaian dan yang aku tahu, kasur tempat tidurku sedikit berguncang. Aku yakin jika saat itu Pak Handoko sedang melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Dan setelah telanjang bulat, kembali ia memposisikan tubuhnya searah denganku serta meletakkan tangan mesumnya di pantatku sambil berbisik pelan,
“Ohhhh Dina! Mengapa kamu menggoda bapak seperti ini nduk? Mengapa kamu tidak minta bapak secara langsung.Apakah kamu ingin bapak senggamai vaginamu nduk?,” tanya Bapak mertuaku.
“Kalo memang itu yang kamu mau, OK nduk…. Ok… Bapak disini sekarang!… Bapak sudah siap melayani semua kebinalanmu…” tambahnya sambil terus mengusap dan meremas pantat bulatku.
Mendapat perlakuan mesum seperti itu, aku sudah pasti tak akan mampu menahan birahiku. Nafasku mulai memburu dan detak jantungku berdetak semakin cepat.
“Dina…! Dina Sayang…! Ya Tuhan… Tubuhmu begitu indah nduk… Tubuhmu begitu menggoda… Jika seandainya Budi bukan anakku, bapak rela nduk memperebutkan dirimu dengannya…. Bapak rela nduk menukar hidup bapak demi bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuhmu… Bapak rela…”
Mendengar kalimat dari Bapak mertuaku, apa yang bisa aku katakan untuk ini? Aku merasa benar-benar tersanjung. Aku merasa benar-benar senang. Namun karena saat itu aku masih dalam kondisi berpura-pura tertidur, aku merasa tidak berani bangun. Tiba-tiba, tangan mesum Bapak mertuaku yang semula meremas-remas bongkahan pantat bulatku pindah, naik kearah pinggang, lengan dan akhirnya berhenti di samping payudaraku.
“Oooohhhh….” Rasanya begitu berbeda.
Pak Handoko kemudian meraba pelan daging payudara sebelah kananku. Dan dengan perlahan, beliau mulai meraba, mengusap dan meremasnya.
“Ohhh Tuhaaannn….!” Merasakan perlakuan mesum Bapak mertuaku, aku seperti merasa berada dipenjara. Aku bisa merasakan nikmat sentuhannya tetapi tidak bisa bereaksi lebih banyak.
ANEH melihat tubuhku yang masih terdiam, Bapak mertuaku semakin berani melakukan aksi mesumnya. Beliau dengan sengaja memajukan tubuh telanjangnya dan menempelkannya ke tubuh telanjangku dari belakang. ASTAGA aku bisa merasakan, batang panas yang sangat panjang menempel diantara celah pantatku. Batang yang aku tahu pasti sedang berusaha menunjukkan kebesaran dan kekokohannya pada diriku.Pasti Bapak mertuaku saat ini sudah sangat terangsang.
Terbukti dari batang penisnya yang sudah terasa begitu keras mendorong daging pantatku.
“Batang berkedut Pak Handoko mertuaku sudah ada di dekat celah kenikmatanku….”
“Sepertinya batang berurat Bapak mertuaku sudah siap untuk menjajah lubang kewanitaanku…”
“Sebentar lagi, batang panjang Bapak suamiku pasti bakal memuaskan vagina milik istri anaknya…”Tiba-tiba aku merasa serba salah. Di satu sisi, aku yang masih berpura-pura tidur dan sama sekali tak berani membuka mata, namun disisi lainnya, aku sangat mengingikan untuk dapat menanggapi semua kemesuman Bapak mertuaku.
“Dina…. Tubuhmu seksi sekali nduk… Bapak benar-benar tak bisa menahan nafsu…” bisik lirih Bapak mertuaku ke telinga kananku “Bapak benar-benar ingin menikmatin tubuh indahmu ini…” tambahnya lagi.
Aku tetap terdiam. Tetap berpura-pura tidur. Tiba-tiba, aku merasakan tangan mesum Bapak mertuaku menulungkupkan jemarinya dipayudara kananku. Meraba, meremas dan memilin putting payudaraku dengan gemas. Garusan dan usapan kulit tangan kasarnya di kulit payudaraku, membuat bulu kudukku merinding.
“Ooouuuhhhh….” Desah nafasku tertahan. Remasan tangan Bapak mertuaku terasa begitu nikmat.
Walau Mas Budi, suamiku sering sekali meremas dan memilin putingku, tapi entah kenapa rasanya sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Bapak kandungnya ini. Pak Handoko, Bapak mertuaku, terus meremas payudaraku dengan perlahan.
“Tetekmu benar-benar besar nduk… Sampai tak muat tanganku meremas daging bulatmu ini…” ucap Bapak mertuaku sambil sesekali mengecup lengan dan bahuku.
Perlahan, remasan tangan Bapak mertuaku dipayudara kananku semakin kuat. Sepertinya ia sengaja ingin membuatku terbangun. Namun. Entah kenapa, walau sudah jelas beliau mengajakku untuk melakukan perzinahan, aku masih benar-benar malu dan takut. Walau aku masih berbohong dengan berpura-pura tidur, tubuhku seolah mengkhianatiku.Cerpen Sex
Wajahku mulai bersemu merah, nafasku mulai menderu, payudaraku mulai mengeras, puttingku mulai mencuat, dan vaginaku semakin membasah. Semua karena perlakuan mesum Bapak mertuaku. Pak Handoko masih terus merangsang tubuh diamku. Berulang kali beliau meremas dan memilin payudaraku demi mendapat respon dariku. Hingga tiba-tiba tangan mesum beliau berpindah dari payudaraku dan meraba vaginaku.
“Sepertinya sudah ada yang keluar nduk,” kata Pak Handoko, mulai memilin-milin rambut kemaluanku sembari menggelitik klitorisku yang sudah mengeras.
“Nduk… Ternyata kamu sudah siap dientot ya…?” tambahnya lagi.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa terus berpura-pura tidur. Padahal, jika Bapak mertuaku tahu yang sebenarnya, aku sudah benar-benar sangat menginginkan tawaran beliau.
“Iya pak… iya… aku sudah benar-benar sange… aku sudah sangat ingin ditusuk oleh kontol besarmu… entot aku pak…” pintaku dalam hati. Kuhembuskan nafas panjang dan terus berpura-pura tidur.
Melihat responku, tiba-tiba Bapak mertuaku menusukkan salah satu jemarinya ke dalam celah vaginaku.
“Hhhhssssshhhh Ooouuuhhh….” Teriakku tertahan dan secara reflek aku memundurkan pinggulku.
Akibatnya, pantatku menabrak penis Pak Handoko yang sudah berkedut hebat. Di depan vaginaku ada jemari tebal yang mulai mengocok vaginaku, dan di belakang pantatku ada batang raksasa Bapak mertuaku yang sudah siap menusuk. Maju kena, mundur kena. Malu, sungkan, geli, merinding, pengen, semua emosi bercampur menjadi satu. Emosi yang pada akhirnya hanya menyimpulkan satu kata. NIKMAT.
“Kamu sudah siap nduk…?” Tanya Bapak mertuaku lagi.
“Kamu terus tidur saja nduk…biar bapak yang bakal memuaskanmu….”
“OOhhh… jangan goda aku lagi pak… aku sudah nggak tahan lagi… Buruan pak… Buruan senggamai menantumu binalmu ini….” pintaku dalam hati sambil kembali menarik nafas panjang.
“Hmmm… Okelah nduk… bapak anggap kamu juga ingin segera merasakan kenikmatan bersama-sama… Siap-siap nduk… Bapak bakal memuaskan birahimu….”
Seolah mampu membaca kata hatiku, Pak Handoko segera menyelipkan telapak kaki kanannya di antara kedua kakiku, dan dengan perlahan ia mulai mengangkat betis kaki kananku keatas. Mencoba untuk membuka celah vaginaku lebar-lebar. Dan setelah betisku terangkat, ia segera memajukan pahanya dengan tujuan mengunci paha dan kakiku supaya tetap membuka. Cara yang unik sekali.
“Panas sekali…” kurasakan penis besar Pak Handoko yang tiba-tiba menempel pada mulut vaginaku.
“Memek kamu benar-benar hangat nduk…. Gemuk…” bisiknya pelan sembari mulai memajukan pinggulnya.
Dan dengan tangan kanannya yang masih mengobel celah vaginaku, tanpa kesulitan beliau menempelkan batang penisnya yang sudah mengeras panjang pada pembukaan celah vaginaku.
“Pasti memek kamu sempit sekali ya nduk…?” ucap Pak Handoko yang mulai memajukan batang penisnya.
“Inilah saatnya…. Inilah kenikmatan yang aku tunggu-tunggu sejak lama…”
“Ayo tusuk pak… tusuk memek anak menantumu… setubuhi istri anakmu…”
Kumundurkan lagi pantatku guna menyambut batang kejantanan Bapak mertuaku. cerpensex.com Kubuka kakiku lebar-lebar dan bersiap-siap merasakan kenikmatan darinya. Dan karena saat itu vaginaku sudah benar-benar membanjir basah karena cairan kenikmatanku, dengan sekali dorong, penis raksasa Bapak mertuaku itu dapat menguak liang tubuhku.
LOOOOHHHH…ternyata Pak Handoko tak segera melesakkan kepala penisnya ke dalam celah kewanitaanku. Beliau malah sengaja menggoda birahiku dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di mulut vaginaku. Maju mundur, maju mundur, maju dan mundur. Berulang kali Pak Handoko menggaruk lubang kenikmatanku dari luar.
“Ssshh….Enak nduk…?” desah Pak Handoko pelan sambil terus memaju mundurkan pinggangnya. “Luar memeknya aja sudah legit gini… apalagi lubangnya ya nduk…pasti menggigit sekali…” tambahnya.
Tiba-tiba, Pak Handoko menggenggam telapak tanganku dan membawanya turun ke selangkanganku. Di tempelkannya tanganku pada selangkanganku dan meminta jemari lentikku untuk mengurut kepala penisnya setiap kali kepala penis itu muncul dari gundukan vaginaku. Dan dari situ, aku bisa tahu jika Pak Handoko memiliki penis yang istimewa. Merasakan ada suatu keanehan dibawah sana, aku yang masih berpura-pura tidur, mencoba untuk melirik kearah selangkanganku.
“Astagaaaa… ternyata penis Pak Handoko benar-benar panjang…” kagumku yang melihat batang hitam milik Bapak mertuaku berulang kali nongol dan tenggelam di balik tonjolan daging gemuk vaginaku.
Walau sudah melewati tubuh bawahku, aku masih bisa melihat kepala dan sedikit batang penis Pak Handoko.
Penis yang ada di bawah selangkanganku itu terlihat begitu mengkilap karena terbasuh oleh lendir vaginaku. Dan karena gesekan-gesekan batang berurat millik Bapak mertuaku itu, aku merasa vaginaku menjadi semakin gatal.
“Ooouuugghhh pakk… Jangan siksa aku seperti ini pakk… aku sudah nggak tahan lagi…” ucapku dalam hati.
Berulang kali, Pak Handoko menggodaku. Memaju mundurkan pinggul dan batang penisnya. Namun alih-alih mendapat kenikmatan akan sodokan batang berurat miliknya, aku hanya merasa gatal karena gesekan batang penisnya di mulut vaginaku.
“Aku harus bisa memasukkan penis itu ke dalam vaginaku…” Aku sudah kehabisan akal, tak tahu harus berbuat apa. Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide.
Untuk beberapa saat, Pak Handoko masih saja menggodaku, menggesek-gesekkan batang penisnya diluar mulut vaginaku. Membiarkan jemari tanganku mengurut kepala penisnya dari depan vaginaku setiap kali ia mendorong dan menarik batang penisnya.
“Lendir kamu banyak sekali ndukk.. ” bisik Pak Handoko sembari menarik penisnya mundur “Bapak suka memek yang becek seperti ini… bapak suka…” tambahnya lagi ketika akan memajukan penisnya.
“Inilah saatnya….” Girangku. “Ayo sodok pak… buruin majuin batang tititmu keras-keras…”
“Aku harus gunakan jemari tanganku yang masih berada di depan selangkanganku..”
Ketika Pak Handoko memundurkan pinggangnya, aku sengaja mengarahkan kepala penis Pak Handoko ke dalam mulut vaginaku. Dan benar seperti prediksiku, ketika beliau memajukan penis dan pinggulnya, jemari tanganku yang menahan penis itu supaya maju kedepan, secara otomatis membelokkannya kearah mulut vaginaku. HEEEEEGGGGGG….nafasku mendadak tersekat, jantungku mendadak terhenti dan kesadaranku mendadak memudar.
“SAAAAKKKKIIIITTTTTTT…….” Hanya satu kata itulah yang bisa aku rasakan ketika batang penis berukuran besar milik Bapak mertuaku secara paksa menerobos rongga kenikmatanku.
Secara reflek, karena menerima tusukan tajam dari penis Pak Handoko, tubuhku menggeliat maju kedepan. Berusaha menjauh dari hujaman batang penis Bapak mertuaku.
“Wwwoooooaaaaa…..” pekik Pak Handoko keenakan ketika tiba-tiba merasakan batang penis yang didorongnya maju ternyata berbelok keatas dan masuk ke dalam vaginaku.” Enak banget nduuukkkk….”
“GILAAA….” Desahku dalam hati “Sakit sekali…!!!”
Aku tak pernah tahu, jika sakit yang aku rasakan bakal seperti ini. Walau saat itu vaginaku sudah berlumuran lendir pelicin dan sudah siap menerima penetrasi sebuah penis, aku tak pernah tahu jika sakitnya akan benar-benar pedih. Sepertinya vaginaku yang sebelum-sebelumnya hanya menerima sodokan penis kecil milik mas Budi, belum terbiasa untuk dapat menerima batang super besar milik Pak Handoko. Dan aku tahu, jika aku ingin cepat mendapat kenikmatan perzinahan ini, aku harus sesegera mungkin beradaptasi dengan ukuran dari penghuni baru vaginaku.
“aku harus mampu menahan rasa sakit ini…” keluhku dalam hati. Mencoba untuk tak menghiraukan rasa pedih di vaginaku.“Memek kamu benar-benar basah nduk…” kata Bapak mertuaku dengan nada keenakan. “LEGIT….”
Berulang kali, Pak Handoko mencium tengkuk dan pundakku dari arah belakang. Mencoba untuk memperlancar jajahan batang penisnya yang sudah setengahnya terbenam di dalam celah kenikmatanku. Dengan sedikit tekanan, Pak Handoko kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju dan menusukkan batang panjangnya ke dalam vaginaku. Karena aku sudah benar-benar merasa terangsang, rasa sakit itu perlahan menghilang dan berubah menjadi rasa geli nikmat.
Sekuat tenaga aku mencoba merenggangkan otot-otot vaginaku, membiarkan batang nikmat ini menggaruk kegatalan yang ada di dalam rongga kewanitaanku. Hingga setelah beberapa saat, tak ada lagi hambatan yang dirasa ketika batang penis Bapak mertuaku menusuk celah kenikmatanku. Mulai dapat meluncur dengan cukup mudah.
“Enak sekali memek kamu nduk…. jauh lebih enak daripada memek istriku yang sudah kendor…” puji Bapak mertuaku sambil menyentil-nyentil daging klitorisku. “Dan satu lagi yang kusuka dari memekmu nduk… Lendirmu benar-benar banjir…”
Ada sedikit kebanggaan dan keanehan yang kurasa dari ucapan Bapak mertuaku barusan. Bangga, karena pujian yang dilontarkan Bapak mertuaku akan kenikmatan dari jepitan vaginaku. Dan aneh, karena Bapak mertuaku berbeda dengan banyak pria lain yang menyukai vagina keset, ternyata Bapak mertuaku lebih suka vaginaku yang berlendir.
“Ya Tuhan, perzinahan ini terasa sangat nikmat…” ucapku dalam hati.
“Ayo pak… setubuhi aku… tiduri menantumu… hamili istri anakmu…” pintaku dalam hati sambil terus menyuguhkan pinggulku ke arah belakang.
Perlahan tapi pasti, gelombang orgasmeku mulai datang.
“Gila nduk… lendir memekmu sepertinya tak ada habisnya…” ucap Pak Handoko yang kali ini tangannya menggempur klitorisku dengan gemas.
“Memekmu wangi dan rasa asinnya bikin ketagihan….” Berulang kali, Bapak mertuaku mengobok vagina basahku, membasuh jemari tangannya dengan lendir pelumasku,
lalu mengisap bersih-bersih dengan mulutnya.
“Beda sekali dengan ibunya Budi…. Memeknya sepet… bikin sakit kontolku aja…”
Kembali aku disbanding-bandingkan dengan istri Pak Handoko. Dan kembali aku merasa tersanjung mendengar kalimatnya. Bapak mertuaku memang penuh dengan kejutan. Terbukti ketika aku sedang mencoba mendalami kenikmatan baru dari persetubuhan terlarang kami, tiba-tiba beliau mencabut batang penis panjangnya dari vaginaku.
“Memek kamu pasti rasanya enak sekali ya ndukk…?” tanyanya tiba-tiba.
Dengan cepat Pak Handoko memutar tubuhnya, membungkukkan kepalanya kearah selangkanganku dan menggantikan sodokan batang penisnya dengan lidah kasarnya.
“Enak sekali pak,”.
Baru kali ini aku merasakan kegeli-nikmatan dari sebuah lidah pria. Sebenarnya, sudah ratusan kali mas Budi meminta diriku supaya mau untuk menerima seks oral darinya, tapi karena aku merasa vagina bukanlah anggota tubuh yang pantas untuk dijilat, ratusan kali pula aku menolaknya. Rasanya aneh, risih, geli, jijik dan ngilu. Sama sekali nggak ada nikmat-nikmatnya. Namun, entah kenapa ketika melakukan seks oral dengan Pak Handoko, aku merasa begitu menikmatinya. Aku merasa benar-benar keenakan. Rasanya benar-benar berbeda jika aku melakukan dengan suamiku.Cerpen Sex
“Aku pengen terus bisa melakukan perzinahan ini… aku menikmatinya… aku tak ingin segera berakhir…”
“Ya Tuhaaannn… enak sekali…” desahku dalam hati.
Karena aku masih berpura-pura tidur, aku tak bisa banyak-banyak mengekspresikan diriku. Aku hanya bisa terdiam sambil menggigit bibirku keras-keras setiap kali aku merasakan kenikmatan dari jilatan lidah Pak Handoko. Lidah pria tua itu seolah menari-nari di dalam vaginaku, menggelitik setiap senti pori-pori vaginaku..
“Hhhhhhsss…..”
Sepertinya, Bapak mertuaku ini memiliki jutaan tehnik bercinta yang membuatku ketagihan. Dengan hanya mendorongkan lidah dan menjilat rongga vaginaku, tiba-tiba aku merasa seperti di ambang orgasme.
“OOOOOooooohhhhhhhh…..sssshhhhh……..”
Berhasil! Orgasmeku datang dan vaginaku memuncratkan cairan kenikmatannya. Tubuhku bergetar dan mengejang hebat. Aku tak sanggup berpura-pura tidur lagi. Aku sudah tak mampu menahan nafsu birahiku lagi. PERSETAN jika Pak Handoko menganggapku wanita murahan. Yang jelas, saat itu aku sudah benar-benar merasa ingin mendapat jutaan kenikmatan darinya. Aku yang semula diam, sekarang sudah berani memegang lembut kepala Bapak mertuaku yang sedari aku orgasme, masih saja berada di selangkanganku. Namun sekuat apapun aku berusaha menjauhkan kepala beliau dari selangkanganku, sekuat itu pula ia mempertahankan posisinya supaya tetap menjilati vaginaku di bawah sana.
“Memek kamu benar-benar enak nduk…. ” Ucap Pak Handoko sambil membenamkan mulutnya di liang vaginaku, menghisap kuat-kuat rongga kewanitaanku. Ia seolah tak membiarkan ada sedikitpun lendir orgasmeku yang terlewat olehnya.
“ENAK BANGEEEETTTT….”
Pak Handoko memang ahli merangsang wanita, karena beberapa saat setelah orgasme, birahiku mulai kembali lagi. Semua itu hanya ia lakukan dengan lidah ajaibnya. Dengannya, aku merasakan surga.
“Sekarang giliran bapak ya ndukk….” Ucapnya sambil tersenyum. “Bapak bakal ngehukum mantu bapak yang nakal…. Hehehehe….”
Dalam satu gerakan cepat ia kembali ke posisi semula, memutar tubuhnya, merenggangkan kakiku dengan pahanya dan menempatkan penisnya kearah pangkal pahaku.
“Kamu sudah siap ndukk…?” Tanya Pak Handoko yang mulai menggoda birahiku lagi dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di luar mulut vaginaku.
“HHHhhhhhhhhh………….” Aku tak menjawab. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.
“Siap-siap ya nduk… bapak mau masukin kontol besar bapak ke memek sempit menantu nakalnya….”
Karena vaginaku yang masih berlumuran lendir pelicin, dengan sekali dorong beliau mampu memasukkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku. HHEEEEEGGGGGHHH…Sejenak, aku merasakan lagi rasa penuh dan sakit akibat sodokan penis besar Pak Handoko yang buru-buru itu. Namun, beberapa saat kemudian rasa sakit dan penuh itu perlahan sirna. Tergantikan oleh rasa gelijang geli dan nikmat yang tiada tara. Kembali aku merasakan keanehan pada tubuhku. Jika biasanya, setelah orgasme aku merasakan ngilu pada vaginaku dan menolak segala macam stimulus, namun kali ini, aku tak merasakannya sama sekali. Malahan yang ada, aku merasa begitu ingin segera merasakan sodokan-sodokan kasar Bapak mertuaku.“Apakah aku sudah berubah menjadi wanita binal? Wanita pelacur yang selalu gatal akan siksaan penis-penis pria lain…?”
Sodokan sodokan batang penis Pak Handoko semakin dalam. Setiap kali beliau menyodok, semakin dalam pula gatal yang aku rasakan pada dinding vaginaku.
“Akhirnya nduk….Mentok….” ucap Bapak mertuaku yang tiba-tiba memeluk tubuhku dari belakang. “Bapak bisa memasukkan seluruh kontol bapak kedalam memekmu….”
Kami menggunakan “spoon position”. Posisi yang memungkinkan persetubuhan dengan cara memeluk dari belakang. Perlahan tapi pasti, Pak Handoko mulai menggerakkan pinggangnya, menusukkan batang raksasanya dengan gerakan super lambat. Saking lambatnya, aku bisa merasakan urat-urat yang menonjol di sekujur batang penisnya menggaruk dinding vaginaku.Bersetubuh dengan Bapak mertuaku, aku baru sadar jika penis bisa memijit, aku juga baru sadar jika penis bisa menggaruk kegatalan dinding vagina, dan aku baru sadar jika penis bisa menjadi seperti vacuum yang menyedot serta mengisi kenikmatan di liang vagina wanita. Semenjak bercinta dengan Pak Handoko, aku merasa seolah kenikmatan darinya mampu membalik pemikiranku tentang bercinta dengan mas Budi. Benar-benar berbeda. Jika dibandingkan, bercinta dengan suamiku sekarang terasa begitu aneh.
Bersama suamiku, aku hanya merasa geli, capek, dan terkadang risih. Sehingga secara tak langusng, aku seolah menjadi kurang tertarik jika harus bersetubuh dengan penis kecil suamiku lagi. Bersama Pak Handoko dan batang penisnya yang sebesar botol air mineral, aku merasa berbeda. Ritme, tehnik, dan ukuran kejantanan mereka jauh berbeda, sehingga ketika bersama Bapak mertuaku itu, aku seolah tidak bisa menolak segala macam kenikmatan yang ia hujamkan kedaam liang vaginaku.
“Ssshh….. oooohhh…hhhsss….” Merasakan sodokan-sodokan penis Bapak mertuaku, mau tak mau mulutku mulai mendesah.
Acting pura-pura tidurku tak lagi aku hiraukan. Kenikmatan ini tak mampu lagi aku tahan dan bendung.
“Enak nduukk…?” Tanya Pak Handoko sambil terus menyodok-nyodokkan batang penis panjangnya pada vaginaku.
“Eehhhhmmmmm…. Ssshhhh….” Aku tak menjawab, hanya bisa mengangguk dan mendesah lirih..
“Gak usah pura-pura tidur lagi yang Dina sayang… ” ucap Bapak mertuaku sembari mengecup tengkuk leherku.” Bapak tahu kok jika kamu menikmatinya….”
“Ehhhmmmmm…. Oooouuugghhh….” Jawabku lagi.
“Mau ganti posisi nduk…?”
“SShhh… Oooouuugghhh….” Lagi-lagi aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepalaku pelan.
Merasa sodokan nikmat penis Pak Handoko, aku sudah tak lagi peduli jika beliau tahu selama ini aku hanya berpura-pura tidur atau sudah terbangun. Bagiku tak ada bedanya. PLOOOPPP…suara yang terdengar ketika Pak Handoko mencabut penis panjangnya secara tiba-tiba dari vaginaku.
“Telentang ndukk…” pinta Pak Handoko singkat. Tampaknya Bapak mertuaku benar-benar yakin jika aku mau menuruti permintaannya.
Benar saja, aku menggerakkan tubuhku kekanan dan telentang pasrah, menunggu sodokan tajam penis Bapak mertuaku. Di hadapannya entah kenapa, aku selalu bisa pasrah, mirip boneka yang selalu menuruti perintah pemiliknya. Dengan perlahan, Pak Handoko mengangkat betisku dan meletakkannya di pundaknya. Kali ini ia sepertinya ingin menggunakan posisi misionaris. Pak Handoko menyetubuhiku dengan kekuatan penuh. Batang penisnya menghujam dengan cepat. Keluar masuk dengan diringi suara kecipak lendir kenikmatanku. Saking cepatnya, ada busa putih yang keluar dari vaginaku seiring keluar masuknya batang penis Bapak mertuaku.
“Bapak mau keluar nduk… bapak mau ngecrot…” bisik Bapak mertuaku dengan tak menghentikan sodokan tajam penisnya.
Tak beberapa lama kemudian, aku merasakan jika tubuh Bapak mertuaku mulai bergetar. Nafasnya menderu dan matanya terbalik, putih.
“Keluar dimana ndukk….?” Keluar dimanaaaaaaa….?” Tanya Pak Handoko padaku ketika ia akan mendapatkan gelijang kepuasannya.
Namun sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya, beliau keburu ORGASME.
“OOOOUUUUGGGGHHHHHHH DinaAAAA…..” teriak Pak Handoko lantang sambil menghujam-hujamkan batang penis besarnya sejauh mungkin ke dalam vaginaku.
Segera saja, aku merasakan 7 kali semprotan air mani panas di dalam dinding vaginaku, dan beberapa detik kemudian orgasmeku pun menyusul. Orgasme bersama Pak Handoko, aku merasakan klimaks yang benar-benar NIKMAT. Penisnya berkedut dengan hebat, seolah menggelembung dengan besar.“Bapak puas nduk…Bapak benar-benar puas…” ucapnya padaku sambil tersenyum. “Makasih ya nduk… istri baruku…”
“Istri baruku….?” Aku tak percaya akan ucapan beliau barusan. Apa maksud dari kalimat “istri baruku…?”
Masih merasa terheran-heran akan perkataan Pak Handoko barusan, kembali ia melakukan satu hal yang selama ini tak pernah aku duga-duga. Tiba-tiba Pak Handoko memajukan wajahnya dan mencium mulutku. Beliau menciumku dengan bertubi-tubi, seolah tak akan ada lagi hari esok. Mendapat ciuman dari Bapak mertuaku, seketika aku menjadi bangga dan tersanjung karenanya. Pipiku merona dan aku pun mulai memagut mulutnya, membalas ciuman dari Bapak mertuaku.“Istri baruku…. Istri baru Pak Handoko… Istri baru Bapak mertuaku…”
Berulang kali lalimat tersebut terngiang-ngiang di terlingaku. Aku yakin sekarang Bapak sudah jatuh ke dalam dekapanku. Dari cara menciumku, aku bisa tahu jika baginya, aku seolah wanita yang benar-benar ia inginkan. Setelah ejakulasi Pak Handoko menjatuhkan tubuhnya disampingku, tengkurap dengan wajah menghadap kearahku dan tangan yang memeluk perut rampingku.
Melihat Bapak mertuaku kecapean, aku hanya bisa kembali pasrah, telentang menghadap langit-langit kamar dan mencoba mengatur nafas. Kami berdua sangat lelah, tapi puas. Pak Handoko terus menciumi tubuh telanjangku.
Tangan yang semula terdiam di atas perutku mulai digerakkan naik untuk menjelajahi payudara besarku. Beliau mulai mengelus dan meremas payudaraku perlahan, mencoba menenangkankan hatiku karena perzinahan yang baru saja kami lakukan.
Kutatap pria tua yang ada di samping kananku, kuperhatikan dalam-dalam raut wajah kepuasan yang ia tampilkan. Sambil terseyum Pak Handoko mulai tertidur. Usapan dan remasan tangannya pada payudaraku mulai terhenti, dan suara dengkuran lirih mulai terdengar. Kuhirup nafas dalam-dalam sambil membisikkan sesuatu di telinganya.
“Aku ingin penis bapak tiap hari!!,” kataku sambil ciumi daun telingannya.
Posted by

Keponakan Si Bos

Bola125.com-Semenjak kedatangannya, suasana kantor agak berubah. Orang-orang jadi semakin rajin, entah mengapa. Dia bukanlah direktur yang baru, bukan pula sekretaris baru yang seksi. Namanya Nadya. Perempuan berumur 27 tahun ini disukai sekaligus dibenci. Disukai karena kerjanya cepat dan sangat efektif, serta sangat cerdas, tetapi disisi lain dia selalu mengeluh dan memarahi kami karena keterlambatan kami atau hal-hal sepele lainnya.Nadya bukanlah seorang direktur dan juga bukan senior designer. Posisinya sama denganku, junior designer. Yang membedakannya denganku dan beberapa teman lainnya adalah, Nadya lulusan universitas kenamaan di Amerika, dengan prestasi cum laude. Selain itu Nadya juga keponakan dari Owner perusahaan desain interior ini. Berdarah Jawa- Belanda, dengan tampang indo layaknya model2 catwalk, rambut hitam panjang, dengan kacamata tipis dan pakaiannya yang selalu modis, sudah barang tentu lelaki menyukainya.
Namun entah kenapa kami malas untuk akrab dengannya, selain karena sikapnya yang selalu ketus dan tidak bersahabat itu, juga karena kami merasa tidak selevel dengannya. Apalagi kebanyakan dari kami adalah lulusan universitas lokal, dan sewaktu kuliah, membolos sudah jadi makanan kami (tidak bisa nyontek di kuliah desain interior). Walaupun kami datang dari universitas mentereng, tetap saja tidak bisa membandingkan diri kami dengan Nadya.
Aku sendiri berumur 29 tahun, masih jomblo dan belum menikah. Bukan karena aku tidak laku, tapi aku masih agak shock ketika setahun yang lalu pacarku selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Memang mereka tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma kesusilaan, tetapi jalan dengan cowok lain dan saling berkirim sms mesra di tengah-tengah persiapan pernikahan, apa bukan selingkuh itu namanya ?.Teman-temanku yang lain sering menggodaku agar aku mendekati dan mencoba akrab dengan Nadya, karena menurut informasi yang beredar, Nadya belum punya pacar. Wajar saja hal ini terjadi mengingat yang masih bujangan di kantor ini selain aku dan Nadya, Cuma ada seorang desainer senior yang selalu tidak beruntung dalam masalah percintaan, dan seorang office boy. Aku pun bertanya-tanya kenapa Nadya tidak laku padahal dia sangat cantik dan pintar. Apa karena sikapnya yang ketus ? atau mungkin saja dia lesbian ? hahaha.
Minggu ini minggu yang sangat melelahkan. Selain mengerjakan desain interior untuk sebuah mall yang akan dibangun, aku dan Nadya harus rapat sore hari bersama developer sebuah gedung perkantoran. Selama di mobilku, Nadya hanya diam saja, sembari mendengarkan musik di ipodnya. Sudah barang tentu dia pasti tidak akan menjawab jika aku sekedar ingin mengobrol atau berbasa-basi dengannya.
Sebab selama ini pembicaraanku dengan dia hanya sebatas pekerjaan saja. Dia juga tidak pernah bergabung dengan orang2 kantor mencari makanan murah disekeliling gedung perkantoran. Entah dia makan dimana, karena menurut para direksi dan senior designer, Nadya tidak pernah makan bersama mereka. Tentu saja, karena walaupun sudah berduit dan lebih berumur dari kami, para direksi dan senior designer pasti mencari makan murah untuk berhemat.Rapat berlangsung sangat lama. Waktu sudah menunjukkan pukul jam 8 malam. Tetapi Nadya masih berdiskusi dengan pihak pengembang soal konsep desain interior gedung perkantoran itu. Bila rapat dengan rekan yang lain, pasti mereka akan mencari2 alasan atau sengaja mengarahkan pembicaraan agar rapat cepat selesai. Akhirnya rapat selesai juga. Waktu menunjukkan pukul 8.30. rapat berlangsung sangat lancar, dan tidak satupun ucapan Nadya yang dibantah. Harus kuakui gadis ini sangat hebat dalam berargumen.Jalanan sudah agak lengang karena jam macet sudah lewat. Aku dan Nadya berada di dalam mobil, menuju ke kantor. Aku membuka pembicaraan.
“Udah malem, di kantor ga ada siapa-siapa, mau cari makan dulu sebelum kembali ke kantor ? “ tanyaku berbasa basi.
“Gak usah, langsung ke kantor aja” jawabnya pelan dan pasti.Tak sampai 5 detik dia langsung memasangkan headset ipod ke telinganya. Buset. Dingin sekali tanggapannya. Yasudah. Aku tidak ambil pusing, dengan buru2 aku segera menyetir mobil ke arah kantor, agar aku bisa cepat pulang dan makan malam.
Kantor kami terletak di sebuah gedung berlantai 7, di daerah yang mentereng di Jakarta Selatan. cerpensex.com Kantor Konsultan desain interior kami berada di lantai paling atas, berbagi lantai dengan 3 kantor lainnya. Aku memarkirkan mobilku dengan asal2an di tempat parkir. Tumben, pikirku, para satpam lagi kemana ? aku dan Nadya langsung masuk, menaiki lift, dan kemudian masuk ke kantor. Suasana kantor agak gelap karena memang sudah tidak ada siapapun. Aku mencoba membuka pintu pantry untuk mengambil makanan ringan di kulkas, namun pintu pantry sudah terkunci. Memang kebiasaan office boy kami untuk mengunci semua pintu di kantor kecuali pintu utama, yang biasanya selalu dikunci oleh satpam setelah semua pergi.Untung saja pintu belum dikunci ketika kami masuk. Entah karena malas atau apa, kami tidak menyalakan lampu utama. Karena besok pagi desain awal hasil rapat sudah masuk ke desainer senior, maka kami membereskan hasil rapat tadi di ruang rapat utama. Nadya bekerja dengan sangat teliti mengetik laporan dengan MacBook nya. Sementara aku mengumpulkan hasil sketsa ‘dan denah ruangan dalam satu bundel, sambil menahan perut lapar dan tak henti2nya aku melihat ke arah jam. Setelah tugasku beres, aku membereskan mejaku, dan bersiap untuk pulang sementara Nadya mem-print hasil ketikannya. Nadya sudah akan pergi ketika aku memasukkan alat tulis ke tasku.“Aku pulang duluan ya..” Nadya berjalan ke arah pintu. Aku tersenyum sekenanya dan meregangkan tubuh dulu sebelum benar2 akan pulang. Tiba2…
“SHIT !” aku mendengar teriakan Nadya dari arah pintu utama. Aku bergegas berlari ke arah pintu utama. Rupanya Nadya sedang berdiri mematung di depan pintu yang tertutup.
“Kenapa ?” tanyaku heran
“Pintunya dikunci” jawab Nadya sambil menarik2 handle pintu sekuat tenaga.
Sial, pikirku. Rupanya tidak ada satpam di luar itu dikarenakan mereka sedang patroli, sekaligus mengecek adakah orang yang lembur malam ini. Rupanya karena kami berdua tidak menyalakan lampu2 utama, yang menyebabkan ruangan kantor seperti tidak ada orang, mereka mengunci pintu tanpa memeriksa terlebih dahulu. Aku mulai panic karena jalan satu2nya keluar dari kantor ini adalah pintu itu. Tangga darurat ada di seberang pintu kantor. Sial. Sekali lagi sial. Semua pintu sudah dikunci. Aku berlari mengintip ke jendela. Sia2. Jendela kantor kami tidak ada yang menghadap ke kantor satpam. Aku blingsatan kesana kemari, dan dengan marah kutendang pintu kaca yang tebal itu. Tak ada reaksi kecuali kakiku sakit. Desain pintu yang kuat agar kantor aman ternyata menjebak kami di kantor.
Aku mengeluarkan handphone dari saku celanaku dan menelpon office boy, untuk menyuruhnya kembali ke kantor. Sial sekali lagi. Telponnya tidak aktif. Hebat.
Nadya diam, walau bisa kulihat mukanya memerah menahan marah. Mungkin dia juga ingin cepat pulang, ada janji atau apapun. Tapi Nadya tetap berusaha kalem dengan menelpon pamannya, sang owner perusahaan desain ini. Aku bisa mendengar percakapan mereka.
“Hallo om..”
“Eh Nadya, ada apa ?”
“Om, aku kekunci di kantor”
“Lah kok bisa ? “
Nadya menjelaskan situasinya ke pamannya.
“Waduh…. Gawat juga.. OB nya pun ga bisa ditelpon ?”
“Iya om….”
“Teriak-teriak gih, coba panggil satpamnya” Percuma, kupikir.Aku pernah lembur dan melihat kelakuan para satpam itu ketika waktu sudah menunjukkan jam 9 keatas. Setelah patroli dan mengunci pintu-pintu utama, mereka langsung ke kantor mereka, untuk nonton tv rame-rame, main kartu, bahkan kadang-kadang mabuk bareng.
“Ga bisa om…” nada bicara Nadya sudah mulai memelas.
“Hmm… om akan usahakan cari bantuan, tapi om lagi di luar kota sekarang”
“KOK OM GAK BILANG DARI TADI KALAU ADA DI LUAR KOTA ?!?” Nadya meledak.
Ditengah kekalutan aku mencoba menelpon semua nomor telpon kantor. Dan sialnya, kebanyakan dari mereka tidak aktif. Ada yang mengangkatnya dengan background suara hingar bingar diskotik dan suara teler ga karuan. Tolol. Di tengah minggu malah dugem. Nadya, terus menekan pamannya. Aku berusaha menelpon semuanya, tetapi entah kenapa sinyal hapeku tiba2 hilang. Aku kalut, mencari telpon kantor. Dan hanya telpon di meja front office saja yang bisa dipakai untuk menelepon ke luar.
Aku berlari kearah front office dengan panik. Dan bodohnya tiba2 aku terjatuh tersangkut pojokan meja. Aku jatuh ke meja menimpa telpon kantor. Aku kaget dan langsung bangkit. Berharap telpon tidak rusak. Aku lalu mengangkat telponnya. Ternyata ada nada sambung. Aku mencoba menekan nomer yang kuhapal. Lagi2 sial. Rupanya kejadian tadi menyebabkan tombol 0 rusak dan tidak bisa ditekan. Nomer telpon HP mana yang tidak ada 0 nya ? sedangkan aku tidak punya nomor telpon rumah orang kantor. Ide tiba2 muncul, aku membuka laci front office untuk melihat data nomer telpon pegawai.SIAL ! SIAL! Lacinya terkunci. Sementara itu Nadya masih menelpon pamannya.
“JADI GIMANA DONG OM ?!?” Bentak Nadya
“Sabar, kamu sama siapa disana ?”
Nadya menyebutkan namaku.
“Oh… sama dia…. Aman kalau sama dia, Nadya, kamu tunggu besok aja, kamu…” Belum sempat pamannya menyelesaikan kalimatnya, Nadya dengan kesal melemparkan handphonenya ke dinding dan handphonenya hancur berkeping2.
“Kenapa kamu banting ?!?!?” Bentakku
Nadya hanya terdiam. Dia menarik nafas dalam2.
“Telpon kantor ? “ tanyanya pendek
“Rusak” jawabku tak kalah pendeknya.
“Kenapa ?” Mukanya mulai memerah. Matanya berkaca2
“Tadi aku jatuh, telponnya ketindih badanku” Aku menjawab sambil memalingkan muka.
“TOLOL !!” Nadya membentakku dan tangan kanannya mengayun akan menampar pipiku.
Dengan tangkas aku menangkap tangannya dan melepasnya kembali.
“Lebih tolol mana sama orang yang ngebanting hape nya sendiri ? “ sindirku.
Ruang rapat penuh asap rokok sekarang. Aku menghisap rokok kretekku dalam2 dan membuang asapnya ke langit2. Nadya duduk di pojokan sambil menghisap rokok mentholnya. Kami sudah saling diam selama 30 menit lebih. Tidak ada alasan bagiku untuk mengobrol dengan wanita judes ini. Bikin pusing. Tapi aku mencoba menengok untuk melihat keadaannya. Khawatir juga. Jangan2 nekat gantung diri.
“Apa kamu lihat2 ?” Nadya membalas tatapanku dengan pertanyaan dingin
“Gw punya mata, boleh dong liat kemana aja” Jawabku tak kalah dingin.
“Ngeri tau gak, berdua doang sama cowok macem kamu”
“Eh…. Lu baru masuk kemaren sore Nad, blom kenal siapa gw..” Aku menatap penuh emosi ke arah Nadya.
“Ah…semua cowok sama aja” Nadya membuang muka
“Apa maksud lu ?” Tanyaku penasaran
“Ah, tau lah….” Jawabnya sembari mematikan rokoknya di pot bunga yang sekarang beralih fungsi sebagai asbak.
“Lo tau kan otak cowok isinya seks melulu ?” Suara Nadya terdengar tidak enak
Aku hanya terdiam.
“Bahaya tau gak berdua doang sama cowok asing. Salah2 gw diperkosa” Nadya berkata ketus
“EH. Sori ya mbak-sok pintar-lulusan luar negri-masuk karena koneksi” Nada bicaraku meninggi. “Biar kata lu cantik, juga, ga bakal ada cowok mau perkosa lo ! Mana ada orang mau merkosa orang ngeselin macem elo !!!” Bentakku.
“Orang yang gak bisa bersosialisasi macem lo ! Orang yang egois ! Ga ada empati sedikitpun sama orang kantor ! Ga ada bagus2nya! Mentang2 ni kantor punya om lu, lu mau seenaknya aja disini ?!?!? “ Aku sudah naik pitam. Tidak mampu menahan kesabaran lagi.
“Ah… “ Nadya tidak bisa berkata2 lagi.
“Enak aja lo bilang gw mau merkosa elo ! mendingan gw tidur ama pecun daripada nyentuh badan lo !” Nafasku habis. Sudah kuluapkan semua kekesalanku kepada Nadya.
Tiba-tiba Nadya berlutut. Melepas kacamatanya dan mulai menitikkan air mata. Dia membanting kacamatanya dan mulai menangis sesenggukan. Shit. Rupanya kata2ku tadi kelewat kasar. Makin lama tangis Nadya makin keras. Aku pun berlutut mendekatinya dan mencoba memegang bahunya.
“Nadya…. Sorry… mungkin gw terlalu kasar” aku meminta maaf
Nadya menepis tanganku dan terus menangis.
“Nad….” Aku agak membungkuk untuk melihat wajahnya.
Tapi tiba2 Nadya memelukku dan menangis di dalam pelukanku. Aku terdiam sembari mengelus2 punggung Nadya. Sekitar 10 menit dia menghabiskan tangisnya di pelukku. Aku yang pegal lalu duduk di lantai bersandar pada dinding. Nadya duduk di sebelahku, dengan pandangan kosong. Tak beberapa lama Nadya memulai pembicaraan.
“Maaf… tadi aku lancang ngecap kamu” katanya pelan
“Gw juga Nad… maaf tadi terlalu kasar” jawabku.
“Aku yang mulai” lanjut Nadya. “Kupikir semua laki2 sama. Baik pada awalnya tapi ternyata brengsek”
“Ah. Semua laki2 brengsek kok Nad” Jawabku.Lalu kami terdiam cukup lama.
“Aku pernah diperkosa” Nadya tiba2 bercerita.
“Eh……” Aku tidak bisa menyembunyikan mimik heran dari mukaku.
“Waktu aku baru kuliah di US, ada kakak kelas yang ngedeketin aku..” Lanjut Nadya
“Dia baik banget, sampe pada akhirnya aku diundang ke pesta di asramanya… Pestanya rame, dan ternyata minumannya beralkohol semua.”
“Aku dibuat mabuk” dia terus bercerita “ Lalu aku dibawa masuk ke kamar, dan disana aku diperkosa olehnya” Nadya menghela nafas panjang dulu.
“Sejak saat itu aku ga pernah percaya sama cowok” Nadia lalu mengambil sebatang rokok menthol dari bungkusnya, meremas bungkusnya yang sudah kosong, lalu melemparkan bungkusnya ke pot bunga.
Aku memberikan korek apiku ke Nadya. Nadya lalu menyalakan rokoknya dengan korek milikku.
Aku tidak berani berbicara lagi. Aku tadi telah lancing berbicara seperti itu kepada Nadya.
“Gimana kehidupan cinta kamu ?” tanya Nadya
“Mmmm…” Aku diam tak berani menjawab
“Setelah kejadian itu, aku ga pernah berhubungan sama laki2 lagi” katanya. “Sekarang giliran kamu cerita” Katanya sambil tersenyum kepadaku
Aku sedikit terkejut. Ternyata jika tersenyum Nadya manis sekali. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum semenjak dia masuk kantor.
“Mmmm… Aku harusnya tahun lalu nikah…” jawabku
“Tapi ?” Tanyanya sambil menghisap rokok mentholnya.
“Tunanganku selingkuh” Jawabku pelan.
Tak ingin rasanya menceritakan hal tersebut. Aku menarik nafas dalam2 dan memandang ke arah langit2. Nadya tidak menimpali jawabanku. Dia mematikan rokoknya di pot bunga.
Waktu berjalan sangat lama. Aku dan Nadya berbicara tentang banyak hal. Mulai dari jaman kuliah, sma, segala macam. Ternyata Nadya menyenangkan jika diajak bicara. Tak jarang ia tertawa bersamaku, menertawakan kejadian2 konyol di kantor yang terjadi sebelum kedatangannya. Tak terasa sudah jam 12 malam. Aku sangat capek. Aku mencoba tidur. Aku masih bersender pada dinding, sementara Nadya tertidur, dengan menggunakan bahuku sebagai sandaran.
“Dingin……” Nadya tiba2 memelukku.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Sebagai lelaki normal, yang sudah lama tidak berhubungan dengan perempuan, aku tiba2 merasa deg2an, dan suhu tubuhku memanas. Aku mengira Nadya bisa merasakannya, karena dia memeluk tubuhku sekarang.
“Hmmmm.. jadi yang bujangan di kantor Cuma aku, kamu, sama Pak Yudi ? “ tanya Nadya.
“Iya” jawabku pelan sambil menahan perasaan aneh ini.
“Hehe” Nadya tertawa kecil
“Kenapa ? “ tanyaku.
“Nope… nothing” katanya sambil menahan tawa.
“Well… I guess. Ga ada salahnya kalo satu dari kalian aku pacarin” Nadya melanjutkan ucapannya.
“Oh jadi lu demen ya sama om2 bujangan tua” timpalku
“Haha… enak aja. Coba kamu itung, 45 – 27 = 18, jauh kan umurku sama Pak Yudi” jawabnya
“27 ? Kirain 35…” ledekku.
Nadya berusaha untuk menjewer telingaku tetapi aku menghindar, menangkap tangannya, tetapi aku kehilangan keseimbangan duduk, sehingga aku terjatuh kearah kanan dan tak sengaja menarik Nadya ikut jatuh juga menimpa tubuhku. Aku yang jatuh menyimpang kekanan ditimpa oleh Nadya yang menghadapi telingaku. Akhirnya dia menjewer telingaku tanpa ampun.
“Aduh !. Sakit tau !” Aku berusaha memberontak tapi Nadya malah tertawa2 dan tidak melawan rontaanku.
Aku berusaha bangkit tetapi Nadya malah memelukku.
“Aku ingin diperlakukan dengan lembut oleh laki2” bisik Nadya.
Aku memperbaiki posisi jatuhku. Aku tiduran terlentang di ruang rapat, dan Nadya menimpa tubuhku. Aku bangkit, dan Nadya ikut memperbaiki posisinya. Aku kembali duduk, tetapi sekarang Nadya ada di pangkuanku dan tetap memelukku.
“Aku merhatiin kamu terus semenjak pertama kali masuk kantor” Nadya kembali berbisik.
“Kamu paling sopan, dan lembut sama perempuan kalo dibandingin sama yang lain”
“Ditambah lagi… kamu belum nikah kan… dan om ku bilang, kamu orang yang baik” Nadya terus berbicara.
“Baru tadi kan bilangnya, gw juga denger” jawabku
“Enggak. Dari awal aku masuk kantor, om udah bilang kalo kamu selain kinerjanya paling bagus, kamu juga sopan, ramah dan orangnya menyenangkan” Nadya membantah ucapanku.
“Kayaknya lucu kalau kita pacaran……” Nadya melanjutkan ucapannya.
Aku kaget. Baru pertama kali seumur hidup ada perempuan yang mengatakan ingin kupacari. Dan perempuan itu adalah perempuan yang cantiknya minta ampun seperti Nadya. Aku tak bisa bicara apa2.
Kami berdua saling memandang. Tiba2 entah siapa yang memulai, kami memajukan kepala kami masing2 dan berciuman. Bibir Nadya sungguh hangat. Aku memeluk erat pinggangnya dan Nadya meremas rambutku. Kami berdua berciuman sangat lama. Kurasakan kacamata Nadya menekan2 mukaku. Tapi aku tidak peduli. Bibir kami saling memagut. Lidah kami saling beradu. Aku semakin menguatkan pelukanku. Dan nadya melepaskan ciumannya. cerpensex.com Hidungnya beradu dengan hidungku. Dapat kurasakan nafasnya yang panas dan memburu. Nadya melepas kacamatanya dan meletakkannya di sembarang tempat. Tanpa terasa Nadya membuka kancing bajuku. Dia melakukannya sambil menciumi leherku. Agak sulit membuka kancingku dalam keadaan seperti itu, tetapi Nadya cuek.
Aku tak mau kalah. Kulepaskan leherku dari jangkauan bibir nadya, dan mulai meraih kancing kemejanya. Tak berapa lama bajunya terbuka. Tanpa diminta Nadya membuka ikat pinggangnya dan melepas celananya. Didepanku berdiri perempuan blasteran Jawa-Belanda, dengan kulit yang putih dan mulus, hanya memakai pakaian dalam berwarna merah menyala. Aku menelan ludah, melihat tubuh Nadya yang indah, bagaikan model catwalk yang langsing dan proporsional.
Nadya kembali menyerangku. Bibir kami kembali saling berciuman, tanpa sadar tanganku mengarah pada buah dada Nadya. Aku meremasnya dengan lembut. Buah dadanya yang proporsional terasa sangat empuk di tanganku. Aku dengan cepat menyisipkan tanganku ke dalam BHnya. Nadya tiba2 memegang pergelangan tanganku. Dia menahan tanganku dan seakan menyuruhku untuk mundur. Setelah aku menarik tanganku kembali, tangan Nadya mengarah ke punggungnya, dan dia melepas pengait BHnya, melepas BH nya sendiri. Nadya tersenyum kepadaku dan berkata
“Kenapa melongo gitu…. Kayak orang bego tau….” Aku malu sendiri dan membuang muka.
Nadya memegang pipiku, dan kemudian tangannya menyusuri badanku, untuk kemudian membuka ikat pinggangku. Aku pasrah, dan Nadya pun menciumi badanku mulai dari leher sampai ke perutku. Aku kaget saat tangan Nadya masuk ke celana dalamku dan menggenggam penisku. Nadya lalu mengoral penisku. Aku sedikit kaget, karena tidak terbiasa dengan oral seks. Pada saat dengan tunanganku dulu, boro2 oral seks, pegang2 sedikit saja sudah kena marah. Padahal aku bukan orang yang tanpa pengalaman seks. Sebelum berpacaran dengannya, aku beberapa kali melakukannya dengan pacar2ku yang dulu.
Aku meringis menahan geli akibat permainan lidah Nadya. Dia sangat pintar memainkan penisku dengan mulutnya. Tindakannya bervariasi, tidak hanya mengulumnya, tetapi juga dengan menciumi bagian2 yang sensitive dan memainkan lidahnya di kepala penisku. Kupikir, sebelum kejadian perkosaan yang menimpanya di US, Nadya sudah sangat berpengalaman dalam hal ini.
Aku kaget dan berusaha menahan kepala Nadya ketika kurasakan spermaku hampir keluar. Nadya tampaknya mengerti dan menghentikan kegiatannya. Dan dalam beberapa menit kemudian, Nadya menanggalkan semua baju dalamnya, begitu juga denganku. Badan telanjang kami berdua bergumul di lantai ruang rapat. Saling berciuman, berpelukan dan menikmati keindahan tubuh masing2.
Hingga pada akhirnya Nadya telentang di atas karpet, kepalanya tepat berada di bawah kepalaku. Mataku memandang lekat2 matanya yang indah.
“Nad…”
“ya…. “ jawabnya
“Are you sure you want to do this ?” tanyaku
“Why did you ask ?” katanya sambil tersenyum.
“We’re already gone too far” lanjutnya.
“and now I consider you as my lover though” senyum tipisnya meluluhkan hatiku.
Aku mencium keningnya. Kedua kaki Nadya tanpa disuruh kini telah melingkari pinggangku. Kami berciuman dengan hangat. Kedua tangannya melingkari leherku. Kudekatkan penisku ke mulut vaginanya yang mulai terasa basah. Pelan2 aku menggesekkan penisku di mulut vaginanya, mencari jalan masuk. Tetapi tiba2 otot vaginanya menegang, seakan menolak penisku untuk masuk. Aku terdiam dan memandang wajahnya, aku takut dia masih trauma akibat kejadian di US itu.
“It’s okay….” Nadya mengisyaratkan bahwa dia tidak apa2.Nadya membuka pahanya sedikit lebih lebar lagi dan dia tampak mencoba untuk rileks. Pelan2 kudekatkan kembali kepala penisku di bibir vaginanya. Kepala penisku sudah mulai masuk. Aku mulai menggerakkan penisku maju mundur, walaupun baru sedikit yang masuk. Perlahan namun pasti, penisku semakin masuk kedalam lubang vaginanya.“aah….. “ Nadya mengerang pelan dan agak meringis ketika penisku masuk sepenuhnya ke dalam vaginanya.
Aku menggerakan penisku maju mundur dalam posisi misionaris.
“Mmmhhh… sayang… pelan2 “ Nadya mengingatkanku untuk tidak bergerak terlalu cepat. Dinding vaginanya seakan memijat2 batang penisku dengan lembut.
“Aahhh… sayang… mmmhhh….. uuhhh…” Nadya mengerang, menandakan dia mendekati orgasme.
Tetapi aku tidak ingin malam ini berakhir secepat itu. Aku menghentikan gerakanku, dan ketika Nadya akan membuka mulutnya untuk bertanya, aku langsung meraih pantatnya dan menggendongnya. Aku kemudian duduk di kursi rapat dan menaikkan badan Nadya di pangkuanku. Nadya mulai berpegang pada pundakku. Dia mengerti dan segera menaikkan pantatnya, lalu dengan pelan2 dia mengarahkan lubang vaginanya ke kepala penisku. Nadya bergerak naik turun di pangkuanku. Vaginanya terus2an memijat2 batang penisku dengan lembut.
Aku memegangi pinggangnya. Nadya menghentikan gerakannya dan berbisik lembut kepadaku. “Sayang… kalo udah mau keluar bilang ya…. Aku gak mau kamu keluarin disitu…” aku mengiyakannya dan dia mulai kembali beraksi. Goyangannya tidak liar dan asal, tetapi begitu rapih. Begitu elegan dan anggun. Suara erangan kami memenuhi ruang rapat. Kami sudah tidak peduli lagi tentang kemungkinan satpam kembali lagi keatas dan menolong kami yang terkunci. Aku sudah tidak berpikir lagi untuk kembali menelpon orang kantor, atau mencoba mendobrak pintu pantry dan keluar lewat tangga darurat.
Yang ada dipikiranku hanyalah Nadya. Rasanya tidak percaya gadis yang tadinya cuek dan judes kepadaku ini bisa ada dipelukanku sekarang.
“Mmmmmhhh….” Nadya agak menggelinjang.
“Aaahhh…..” Nadya kembali bersuara
Aku bisa merasakan Nadya akan mengalami orgasme, karena selain merasakan gelinjangan tubuhnya, aku pun merasakan vaginanya makin menjepit penisku. Aku pun mengimbangi dengan menggerakkan pantatku.naik turun di kursi itu. Kursi yang biasanya dipakai rapat itu menjadi saksi bisu percintaan kami.
“Sayang……. Ahhhhh….” Nadya pun makin mempercepat gerakannya.
Aku lalu bangkit sambil menggendong Nadya. Aku mendudukkan Nadya di meja rapat, Nadya tetap memelukku, dan aku terus menggerakkan penisku maju mundur.
“Uuuhh…. Uhhhh…. Sayang……. Aku mau…. Ahhhhh….” Nadya menggelingjang dengan hebatnya…
“Tahan sedikit… aku juga mau…..”
“Ahhhhh…..” paha Nadya mencengkram pinggangku dan kepalanya mendongak keatas.
Mengerang nikmat menandakan bahwa dia sudah orgasme. Aku terus menggerakkan penisku, dan…
”Nadya…. Ahhh…..” Nadya jatuh telentang di meja rapat dan aku mencabut penisku dari lubang vaginanya.
Sperma segera berhamburan dari penisku. Nadya segera bangkit dan memelukku. Kami berpelukan erat. Tidak berciuman, tidak melakukan apapun. Hanya berpelukan selama beberapa lama tanpa berbicara apa2. Nadya lalu melepaskan pelukannya dan turun dari meja. Dia lalu mencium pipiku lembut, kemudian dia mulai memakai kembali bajunya.
Aku masih berdiri telanjang dan tertegun. Melihat Nadya yang bagaikan malaikat itu memakai bajunya satu persatu.
“eh… pake baju dong…. Ntar keburu pagi” Nadya mengingatkanku
Aku segera mengenakan kembali bajuku. Aku kembali mencoba tidur dengan bersandar di dinding. Nadya kembali pada posisinya, bersandar di bahuku.
Singkat cerita pagi pun datang. Kami berhasil keluar jam 7 pagi. Hari itu kami berdua sengaja diliburkan karena kejadian konyol itu. Selanjutnya bisa ditebak. Nadya mulai terbuka pada orang2 kantor. Dia sudah bisa berkomunikasi dengan akrab, dan sinisnya makin lama menghilang. Ditambah lagi ketika kini kami sudah berpacaran. Nadya menjadi ceria dan orang2 kantor tampak takjub melihat perubahan itu.One thing leads to another. Dan sekarang, setelah kegagalan pernikahanku yang dulu, setelah beberapa lama berpacaran, aku akan mempersiapkan pernikahanku dengan Nadya.
Posted by : www.bola125.net